Cermin yang Terlupakan
Pada suatu
ketika, sepasang suami istri, katakanlah nama mereka Smith, mengadakan
'garage sale' untuk menjual barang-barang bekas yang tidak mereka
butuhkan lagi. Suami istri ini sudah setengah baya, dan anak-anak mereka
telah meninggalkan rumah untuk hidup mandiri. Sekarang waktunya untuk
membenahi rumah, dan menjual barang-barang yang tidak dibutuhkan lagi.
Saat
mengumpulkan barang-barang yang akan dijual, mereka menemukan benda-benda
yang sudah sedemikian lama tersimpan di gudang. Salah satu di antaranya
adalah sebuah cermin yang mereka dapatkan sebagai hadiah pernikahan
mereka, dua puluh tahun yang lampau.
Sejak
pertama kali diperoleh, cermin itu sama sekali tidak pernah digunakan.
Bingkainya yang berwarna biru aqua membuat cermin itu tampak buruk, dan
tidak cocok untuk diletakkan di ruangan mana pun di rumah mereka.
Namun karena tidak ingin menyakiti orang yang menghadiahkannya, cermin itu
tidak mereka kembalikan. Demikianlah, cermin itu teronggok di loteng.
Setelah dua puluh tahun berlalu, mereka berpikir orang yang memberikannya
tentu sudah lupa dengan cermin itu. Maka mereka mengeluarkannya
dari gudang, dan meletakkannya bersama dengan barang lain untuk
dijual keesokan hari.
Garage sale
mereka ternyata mendapat banyak peminat. Halaman rumah mereka penuh oleh
orang-orang yang datang untuk melihat barang bekas yang mereka jual. Satu
per satu barang bekas itu mulai terjual. Perabot rumah tangga, buku-buku,
pakaian, alat berkebun, mainan anak-anak, bahkan radio tua yang sudah
tidak berfungsi pun masih ada yang membeli.
Seorang
lelaki menghampiri Mrs. Smith. "Berapa harga cermin itu?" katanya sambil
menunjuk cermin tak terpakai tadi. Mrs. Smith tercengang. "Wah, saya
sendiri tidak berharap akan menjual cermin itu. Apakah Anda sungguh ingin
membelinya?" katanya. "Ya, tentu saja. Kondisinya masih sangat
bagus." jawab pria
itu. Mrs. Smith tidak tahu berapa harga yang pantas untuk cermin
jelek itu. Meskipun sangat mulus, namun baginya cermin itu tetaplah
jelek dan tidak berharga. Setelah berpikir sejenak Mrs. Smith berkata,
"Hmm
... anda bisa membeli cermin itu untuk satu dolar." Dengan wajah berseri-seri,
pria tadi mengeluarkan dompetnya, menarik selembar uang satu dolar
dan memberikannya kepada Mrs. Smith.
"Terima
kasih," kata Mrs. Smith, "sekarang cermin itu jadi milik Anda. Apakah
perlu dibungkus?"
"Oh,
jika boleh, saya ingin memeriksanya sebelum saya bawa pulang." jawab si pembeli.
Mrs. Smith
memberikan ijinnya, dan pria itu bergegas mengambil cerminnya dan
meletakkannya di atas meja di depan Mrs. Smith. Dia mulai mengupas pinggiran
bingkai cermin itu. Dengan satu tarikan dia melepaskan lapisan pelindungnya
dan muncullah warna keemasan dari baliknya. Bingkai cermin itu
ternyata bercat emas yang sangat indah, dan warna biru aqua yang selama ini
menutupinya hanyalah warna dari lapisan pelindung bingkai itu!
"Ya,
tepat seperti yang saya duga! Terima kasih!" sorak pria itu dengan gembira.
Mrs. Smith tidak bisa berkata-kata menyaksikan cermin indah itu dibawa
pergi oleh pemilik barunya, untuk mendapatkan tempat yang lebih pantas
daripada loteng rumah yang sempit dan berdebu.
Kisah ini
menggambarkan bagaimana kita melihat hidup kita. Terkadang kita merasa
hidup kita membosankan, tidak seindah yang kita inginkan. Kita melihat
hidup kita berupa rangkaian rutinitas yang harus kita jalani. Bangun
pagi, pergi bekerja, pulang sore, tidur, bangun pagi, pergi bekerja,
pulang sore, tidur. Itu saja yang kita jalani setiap hari.
Sama halnya
dengan Mr. dan Mrs. Smith yang hanya melihat plastik pelapis dari
bingkai cermin mereka, sehingga mereka merasa cermin itu jelek dan tidak cocok digantung di dinding. Padahal dibalik lapisan itu, ada warna emas yang
indah.
Padahal di
balik rutinitas hidup kita, ada banyak hal yang dapat memperkaya
hidup kita.
Setiap saat
yang kita lewati, hanya bisa kita alami satu kali seumur hidup kita.
Setiap detik yang kita jalani, hanya berlaku satu kali dalam hidup kita.
Setiap detik adalah pemberian baru dari Tuhan untuk kita. Akankah kita
menyia-nyiakannya dengan terpaku pada rutinitas? Akankah kita membiarkan
waktu berlalu dengan merasa hidup kita tidak seperti yang kita inginkan?
Setelah dua
puluh tahun, dan setelah terlambat, barulah Mrs. Smith menyadari
nilai sesungguhnya dari cermin tersebut. Inginkah kita menyadari
keindahan hidup kita setelah segalanya terlambat? Tentu tidak.
Sebab itu,
marilah kita mulai mengikis pandangan kita bahwa hidup hanyalah
rutinitas belaka. Mari kita mulai mengelupas rutinitas tersebut dan menemukan
nilai sesungguhnya dari hidup kita.
Marilah
kita mulai menjelajah hidup kita, menemukan hal-hal baru, belajar lebih
banyak, mengenal orang lebih baik. Mari kita melakukan sesuatu yang baru. Mari
kita membuat perbedaan! Mari kita jelang tahun yang baru ini dengan
suatu semangat baru untuk menjalani hidup lebih baik setiap hari.