Pondok Ilmu Pengetahuan

Saturday, April 30, 2016

Inspirasi Elang

Inspirasi Elang : 

Suatu hari seorang Raja mendapat hadiah 2 ekor anak burung elang. 

Lalu dia berpikir, akan bagus sekali jika elang ini dilatih untuk terbang tinggi. Tentu akan lebih indah lagi. Ia memanggil pelatih burung yang tersohor di negerinya untuk melatih 2 elang ini.

Setelah beberapa bulan, pelatih burung ini melapor : Seekor elang telah terbang tinggi & me layang² di angkasa. n a m u n yang seekor lagi tidak beranjak dari pohonnya 

Raja pun memanggil semua ahli hewan untuk memeriksa elang kesayangannya ini namun tidak ada yang berhasil  "menyembuhkan" & membuat elang ini terbang.

Berbagai usaha telah dilakukan, t e t a p i  elang ini tidak kunjung bergerak dari dahannya.

Kemudian ia bertemu dengan petani yang sangat mengenal akan sifat elang & Raja meminta bantuan petani itu.

Keesokan harinya ketika Raja mengunjungi elang ini, ia kaget melihat elang ini sudah terbang tinggi.
Dengan penuh penasaran Raja bertanya kepada petani, apa yang ia lakukan.

Petani menjawab, "Saya hanya memotong pohon yang selama ini dihinggapinya ... DAHAN itu yang membuatnya NYAMAN".

Kita dilahirkan untuk sukses, kita ditakdirkan untuk terbang tinggi, nmun, ada yang memegang erat, yaitu ketakutan; tidak ada yang mau melepaskan ketakutan itu & tidak beranjak dari posisinya.

Atau kadang kita terlalu memegang zona kenyamanan, hingga takut & tidak mau melepaskannya.., takut gagal.., takut kecewa..

Lepaskan segala ketakutan itu, lepaskan zona kenyamanan itu, kenali diri anda & tumbuhkan kekuatan & rasa percaya diri anda.

Maka anda akan "terbang tinggi".

Tanpa kita sadari, Tuhan  sesekali "Memotong" DAHAN KENYAMANAN kita, supaya iman kita bertumbuh & naik ke level yang lebih tinggi.

Sunday, April 24, 2016

Kisah petani menebar benih kebaikan

Inspiring Story :

Alkisah, seorg petani Scotlandia mndengar jeritan minta tolong yg datang dari semak belukar dekat rumahnya.  Scara spontan, sgera dia berlari ke arah suara itu & mnemukan seorg anak laki² sdg berjuang keluar dari lumpur hisap yg hampir mnenggelamkan seluruh tubuhnya. Dgn sigap si petani menolong anak itu keluar dari lumpur hisap tsb.

Pd keesokan harinya ayah si anak itu brkunjung ke rumah si petani & mnawarkn sejumlah hadiah sbg balas jasa tlah mnolong anaknya. Dgn halus si petani mnolak tawaran saudagar kaya itu.

Smntara mreka brbicara, saudagar kaya itu melihat anak laki² si petani sdg berdiri dekat pintu.  Kmudian, saudagar itu mnawarkan utk  mnyekolahkan anak tsb. 

Si petani dgn senang hati mnerima tawaran tsb & memasukkan anaknya di sekolah kedokteran St.Mary di London.

Di kmudian hari anak petani itu yg bernama Alexander Fleming tercatat dlm sejarah sbg org yg berhasil mnemukan antibiotik yaitu Penicillin.

Bbrapa tahun kmudian anak saudagar kaya itu berada dalam keadaan kritis krn terserang radang paru2 yaitu Pneumonia.

Tapi beruntung atas ijin Allah nyawa anak saudagar kaya itu terselamatkan berkat obat Penicillin yg di konsumsinya.

Akhirnya di kemudian hari anak saudagar kaya itu mnjadi Perdana Menteri Inggris yg sngat trkenal namanya yaitu Winston Churchill. 

Perdana Menteri ini pun kmudian mngangkat Alexander Fleming, sang anak petani itu, sbg menteri Kesehatan Inggris Raya. 

-----
Sahabat...

Si petani menabur kebaikan & saudagar itu menabur amal.  Di kmudian hari keduanya menuai dari apa yg mereka tabur. Bukan hanya mereka, bahkan juga anak² mereka serta org2 di skelilingnya.

Marilah terus menabur kebaikan & jangan jemu², karena suatu hari nanti kita akan menuai apa yg kita tabur cepat atau lambat, sebab janji  Allah itu pasti... 
----
Selamat berkarya saudara2 semua ....

Friday, April 22, 2016

Belajar Kerja Keras

Untuk Wisudawan

Salah satu momen yang membuat saya bangga sebagai alumni UGM adalah ketika Sensei (profesor pembimbing) datang kepada saya dan berkata, “Grup riset kita diberi jatah untuk mendatangkan mahasiswa asing dengan beasiswa Monbusho. Kita diberi wewenang untuk memilih siapa saja yang kita anggap pantas dan layak. Seleksi di universitas hanyalah formalitas. Saya limpahkan wewenang itu kepada kamu, dan saya minta kamu memilih alumni UGM untuk kita undang. Ya, alumni UGM seperti kamu. Saya ingin lebih banyak lagi pekerja keras seperti kamu di grup kita.” Sebagai respon, saya kontak adik kelas saya di FMIPA UGM, kemudian dia memenuhi undangan kami. Kini dia sudah selesai kuliah di program doktor dan menjadi dosen di suatu PTN di Jawa Tengah.

Saat itu saya sudah lulus program doktor dan bekerja sebagai visiting researcher di bawah bimbingan Sensei, di Kumamoto University, Jepang. Saat itu sudah enam tahun lebih saya berinteraksi dengan beliau. Masa yang cukup panjang. Saat itu adalah titik diametral bila dibandingkan dengan saat saya pertama kali bertemu untuk mulai kerja riset di bawah bimbingan Sensei.

Kata-kata Sensei yang pertama saya dengar setelah kami berbasa-basi berkenalan adalah, “Tolong kamu kerja keras di sini. Jangan bawa-bawa budaya tropis kamu ke sini.”

“Maksud Sensei bagaimana? Budaya tropis itu apa?” tanya saya tak paham.

“Kalian orang-orang tropis itu kan pemalas. Makanya kalian tertinggal. Lihat kami orang Jepang, Korea, dan Cina. Apa yang kamu lihat di depanmu saat ini, kemajuan ekonomi dan teknologi, semua ini tidak gratis. Kami memperolehnya dengan kerja keras. Tirulah cara kerja kami.”

Tentu saja saya tersinggung dengan ucapan itu. Tapi saya memilih diam. Karena saya tahu, percuma berdebat dengan kata-kata. Perbuatan akan lebih meyakinkan. Maka saya tunjukkan kepada Sensei bahwa saya bukan pemalas. Butuh waktu yang panjang ketika akhirnya dia mengakui kerja keras saya. Dan dia tidak hanya melihat saya sebagai sosok pribadi. Dia memandang saya sebagai alumni UGM. Bahkan, dia memandang saya sebagai orang Indonesia. Kehadiran saya teleh mengubah pandangan Sensei tentang orang Indonesia.

Situasi yang saya hadapi saat pertama kali bertemu Sensei mungkin akan dihadapi oleh banyak orang saat akan mulai sesuatu. Termasuk di antaranya yang baru lulus. Lalu mereka akan menempuh perjalanan untuk membuktikan diri, sampai mendapat pengakuan. Ada yang butuh waktu sangat lama, ada yang lebih singkat. Tapi apapun juga, hanya pekerja keras dan pantang menyerah yang bisa lolos dari tantangan ini.

Kerja keras. Hanya itulah yang saya miliki saat itu. Kebetulan saya bukan mahasiswa yang sangat cerdas. Saya bukan orang brilliant. Menariknya, dalam kultur Jepang tata krama dan kerja keras lebih dihargai ketimbang kecerdasan belaka. Kerja riset itu sendiri, di samping membutuhkan kecerdasan, juga membutuhkan kreativitas. Tapi di atas itu semua, kerja keras memang paling menentukan.

Beberapa bagian dari kerja riset itu mirip kerja rodi. Saya misalnya bekerja dengan alat yang disebut diamond anvil cell, yang mengharuskan saya menempatkan sampel di dalam ruang berdiameter kurang dari 0.3 mm. Di situ kecerdasan tak banyak berperan. Hanya ketekunanlah yang berarti. Berbulan-bulan melatih tangan, barulah hal itu bisa dilaksanakan. Periset lainpun begitu. Ada yang menghabiskan waktu berhari-hari kerja nyaris tanpa henti untuk menumbuhkan kristal. Tidur di laboratorium, makan dan istirahat seadanya adalah hal yang biasa. Tak ada orang lain yang bisa disuruh untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan “sepele” itu. Peneliti sendiri yang harus melakukannya. Justru di situlah kunci sukses seorang peneliti. “Kenkyusha no ude”, hasil kerja tangan setiap peneliti, itulah yang membedakan hasil riset pada akhirnya. Data atau produk yang tak bisa dihasilkan oleh peneliti lain, bisa kita capai. Dalam hal itu intelejensi saja tidak cukup. Kerja keras secara fisik berperan cukup penting. Hasil kerja keras itulah yang secara perlahan mengubah pandangan Sensei tentang saya.

Ada hal lain lagi, yang juga tak terkait banyak dengan intelejensi, yaitu soal jaringan. Suatu hari kami pergi menghadiri seminar di luar kota (Hiroshima). Waktu itu karena saya baru beberapa bulan di Jepang, Sensei mengatur semua hal, termasuk reservasi hotel. Ternyata ketika saya hendak check in di hotel itu, nama saya tidak terdaftar, dan hotel sedang penuh. Melalui pengurus PPI saya cari orang Indonesia yang sedang belajar di kota tersebut dengan maksud minta dipandu mencari penginapan. Tapi akhirnya saya malah diajak menginap di apartemen teman baru tadi. Ketika mendengar pengalaman saya, Sensei geleng-geleng. “Network kalian orang Indonesia, luar biasa.” pujinya. Tidak cuma sekali itu. Di lain waktu, usai seminar di Tsukuba Sensei meminta saya memanggil taksi.

“Tidak perlu Sensei, saya bawa mobil.”

“Ha?? Mobil siapa?”

“Saya dipinjami teman Indonesia. Kebetulan mobilnya sedang tidak dipakai.”

Dia kembali tergeleng-geleng. “Saya yang orang Jepang tidak dapat pinjaman mobil, kamu orang asing kok bisa begitu. Luar biasa.” katanya.

Di masa-masa setelah kejadian di Hiroshima tadi, saya tak lagi tergantung pada Sensei. Saya urus sendiri setiap keperluan riset saya, termasuk urusan perjalanan. Perjalanan adalah bagian penting dari riset, baik dalam rangka seminar maupun melakukan eksperimen di lembaga lain. Tidak cuma itu. Beberapa kali saya pergi presentasi hasil riset ke konferensi internasional dengan dana yang saya usahakan sendiri melalui berbagai research foundation. Adanya dana semacam ini pun tadinya tidak diketahui oleh Sensei, saya yang memberi tahu dia. “Heran saya, kok kamu lebih tahu soal Jepang daripada orang Jepang.” komentar dia.

“Jadilah orang yang independent, jangan dependent.” nasihat Sensei di awal kedatangan saya. Itulah yang kemudian terjadi. Saya tidak menjadi beban, bahkan kemudian mengurangi beban Sensei. Dua tahun berlalu, saat saya tamat program master, saya sudah menjadi semacam asisten bagi Sensei. Saya mengurusi dan merawat peralatan eksperimen, membimbing mahasiswa yang lebih muda (orang Jepang), dan menangani berbagai tetek bengek administrasi.

Ketika pensiun, dalam catatan akhirnya di bulletin kampus, Sensei menyediakan paragraph pertama untuk memuji saya. Sensei mungkin teringat pada kata-kata kasarnya pada pertemuan pertama kami. Dua tiga tahun setelah itu, dia mencoba mengoreksi sikap itu. “Kamu itu seumuran dengan anak saya. Orang tua itu punya sikap, bahwa anak itu biar sudah dewasa sekalipun tetap dipandang seperti anak-anak. Itu namanya oyagokoro (hati orang tua). Saya kadang memperlakukan dan memarahi kamu seperti anak-anak, karena kamu itu anak saya.”

Pada masa selanjutnya, yang terjadi hanyalah ulangan dari hal-hal yang saya tulis di atas. Memasuki dunia industri, saya mulai dari pengetahuan nol tentang segala sesuatu. Belajar, mencoba, adalah hal yang terus saya lakukan hingga saat ini.

Begitulah. Ketika kita mulai sesuatu, mungkin orang tak melihat kemampuan kita. Mungkin kita diremehkan. Untuk menjawabnya kita hanya perlu menunjukkan hasil kerja. Dan untuk mencapai hasil kerja yang baik, tak hanya dibutuhkan kemampuan profesional atau hard skill. Tapi juga dibutuhkan kemampuan lain, yang biasa disebut soft skill. Dan kemauan untuk bekerja keras, mencoba terus, tanpa kenal menyerah. Dalam banyak hal, kita mungkin harus mengerjakan pekerjaan sepele yang sepertinya tak penting. Seperti saya harus kerja rodi dalam riset. Itupun harus kita kerjakan.

Orang yang merasa mentereng karena ia seorang sarjana dan karenanya tidak perlu lagi mengerjakan pekerjaan sepele, besar kemungkinan akan jadi orang yang gagal. Soerang sarjana baru punya sangat sedikit bekal. Ia masih perlu belajar lebih banyak lagi, termasuk dari hal-hal yang kelihatannya sepele.

http://abdurakhman.com/untuk-wisudawan/

Kisah Nyata Di Balik Rasyad Foundation

KISAH (NYATA) DI BALIK RASYAD FOUNDATION

Anak kecil ini hebat, namanya Rasyad asal Kuwait, usia 7 tahun, putera tunggal milyuner Kuwait.
Saat itu ia terbaring di rumah sakit, 23 hari diopname tanpa di-temani papa mamanya yang kebetulan sibuk dengan pekerjaannya.

Hari ke-23, papa mamanya datang menjenguk dan meminta maaf karena tak sempat mendampinginya. 

Papa mamanya menghiburnya sambil berkata, "Papa mama sibuk untuk mempersiapkan masa depanmu sayang."

Papa mamanya menunjukkan foto2 proyek dan rumah yang tengah dibangunnya untuk dirinya kelak, disamping rumah yang tengah di tempatinya sekarang.

Anak ini tersenyum dan bertanya, 

"Siapa yang bisa menjamin hari esok saya masih hidup, papaku dan mamaku?

Siapa yang menjamin semua yang papa mama miliki saat ini adalah untukku?

Dan apa manfaat semua yang papa mama miliki apabila nanti tak ditempati?"

Anak yang baru sekolah di kelas SD ini pun akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan  senyuman yang betul2 "memukul" hati orangtuanya. 

Apa yang terjadi pada orangtuanya selepas wafatnya ananda tercintanya merupakan kisah yang tak kalah mengharukan.

Setelah anak kecil itu dikuburkan, rumah tangga menjadi senyap, sesekali terdengar isak tangis, tangis kesedihan bercampur penyesalan. Kesedihan mendalam memang seringkali ditandai dengan diam, walau tak jarang juga ditandai dengan teriakan umpatan kesedihan atau jeritan duka.

Hari2 berlalu dengan evaluasi kehidupan pasangan ini. Sayangnya, evaluasi yang dilakukan bukan didasarkan pada kedewasaan pikir dan ke-matangan emosi.

Si suami menyalahkan si istri yang ikut2-an berkarir sehinga melupakan tugas utama seorang ibu yang menjadi "taman surga" bagi anaknya.

Si istri menyalahkan suami yang setiap hari bicaranya hanya soal duit, duit dan duit.
Pertengkaran pun memuncak, si suami menyebutkan kata cerai untuk nya.

Si istri menjerit dan membanting semua yang ada di sekitarnya, termasuk foto keluarga yang ada di sampingnya.

Foto itu adalah foto dirinya, suaminya dan anaknya yang sedang tersenyum di suatu taman yang pernah dikunjunginya.

Foto itu baru saja dipasang satu bulan sebelum Rasyad sang anak masuk rumah sakit. 

Foto itu dilemparkan, kacanya pecah berserakan, sebagian mengenai wajah sang suami.
Tak sengaja, di balik foto itu ada tulisan anaknya, berbunyi,

"Mama Papa, semoga kita bertiga senantiasa menyatu sampai di akhirat kelak."
Suami istri ini akhirnya terdiam, lama saling memandang, akhirnya terlarut dalam tangisan jiwa yang mendalam.

Merekapun saling mendekat, kemudian saling merangkul. Suaminya berbisik, "Kita tidak boleh berpisah. Kita harus bersatu selalu, dengan anak kita, sampai ajal menjemput kelak."

Setelah mereka rujuk, ada perubahan mendasar dalam kehidupan mereka. Perubahan yang secara tiba2 karena suatu peristiwa luar biasa yang menyentuh diri sehingga menjadi landasan pacu titik balik kehidupan dalam psikologi disebut dengan epifani.

Konsep kehidupannya yang awalnya adalah kerja, kerja dan kerja berubah menjadi ibadah, ibadah dan kerja.

Sejak saat itu definisi hidupnya berubah dari "having mood" menjadi "being mood".

Having mood adalah perasaan bangga karena memiliki walau tidak bisa menikmati dan memanfaatkan. Sementara being mood adalah merasa bangga dan bersyukur dengan apa yang dijalani walau tak banyak yang dia miliki.

Orang yang punya 10 mobil, tapi yang digunakan hanya satu saja. Merasa nyaman dan gengsi dengan kepemilikannya itu padahal tidak digunakannya, maka ia terjangkit penyakit "having mood."
Sementara yang tidak punya mobil, tapi bisa menikmati hari2-nya walaupun dengan naik kendaraan umum, maka ia tipe orang bahagia dengan "being mood." 

Kita termasuk yang mana..?

Orang tua Rasyad ini kemudian mewakafkan beberapa rumah dan cottage yang dimilikinya untuk  menjadi pusat kegiatan agama yang diberi nama Rasyad Foundation.

Tuesday, April 19, 2016

KOMENTAR TERHADAP KEILMIAHAN AL QURAN



KOMENTAR TERHADAP KEILMIAHAN AL QURAN

“Agama dapat menjadi petunjuk yang berhasil untuk pencarian ilmu pengetahuan. Dan agama Islam dapat mencapai sukses dalam hal ini. Tidak ada pertentangan antara ilmu genetika dan agama. Kenyataan di dalam al-Quran yang ditunjuk­kan oleh ilmu pengetahuan menjadi valid. AI-Quran yang berasal dari Allah mendukung ilmu pengetahuan.”
- Prof. Dr. Joe Leigh Simpson
Ketua Jurusan Ilmu Kebidanan dan Ginekologi dan
Prof. Molecular dan Genetika Manusia,
Baylor College Medicine, Houston,
Amerika Serikat.


"Semua yang tertulis di dalam al-Quran pasti sebuah kebenaran, yang dapat dibuktikan dengan peralatan ilmiah. "
- Prof. Tejatat Tejasen
Ketua Jurusan Anatomi Universitas Thailand,
Chiang Mai 


"...metode ilmiah modern sekarang membuktikan apa yang telah dikatakan Muhammad 1400 tahun yang lalu. AI-Quran adalah buku teks ilmu pengetahuan yang simpel dan sederhana untuk orang yang sederhana. "
- Prof. Alfred Kroner
Ketua Jurusan Geologi Institut Geosciences,
Universitas Johannnes Gutterburg, Maintz,
Jerman.


"llmuwan itu sebenarnya hanya menegaskan apa yang telah tertulis di dalam al-Quran beberapa tahun yang lalu. Para ilmuwan sekarang hanya menemukan apa yang telah tersebut di dalam al-Quran sejak 1400 tahun yang lalu."
- Prof. Shroeder
Ilmuwan kelautan dari
Jerman


"Dengan membaca al-Quran, saya dapat menemukan jalan masa depan saya untuk investigasi alam semesta,"

- Prof. Yoshihide Kozai
Guru Besar Universitas Tokyo dan
Direktur The National Astronomical Observatory, Mikata, Tokyo,
Jepang

Al-Qur'an dan Ilmu Pengetahuan



RAHASIA BESI

Besi adalah salah satu unsur yang dinyatakan secara jelas dalam Al Qur'an. Dalam Surat Al Hadiid, yang berarti "besi", kita diberitahu sebagai berikut:
"…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia ...." (Al Qur'an, 57:25)
Kata "anzalnaa" yang berarti "kami turunkan" khusus digunakan untuk besi dalam ayat ini, dapat diartikan secara kiasan untuk menjelaskan bahwa besi diciptakan untuk memberi manfaat bagi manusia. Tapi ketika kita mempertimbangkan makna harfiah kata ini, yakni "secara bendawi diturunkan dari langit", kita akan menyadari bahwa ayat ini memiliki keajaiban ilmiah yang sangat penting.
Ini dikarenakan penemuan astronomi modern telah mengungkap bahwa logam besi yang ditemukan di bumi kita berasal dari bintang-bintang raksasa di angkasa luar.
Logam berat di alam semesta dibuat dan dihasilkan dalam inti bintang-bintang raksasa. Akan tetapi sistem tata surya kita tidak memiliki struktur yang cocok untuk menghasilkan besi secara mandiri. Besi hanya dapat dibuat dan dihasilkan dalam bintang-bintang yang jauh lebih besar dari matahari, yang suhunya mencapai beberapa ratus juta derajat. Ketika jumlah besi telah melampaui batas tertentu dalam sebuah bintang, bintang tersebut tidak mampu lagi menanggungnya, dan akhirnya meledak melalui peristiwa yang disebut "nova" atau "supernova". Akibat dari ledakan ini, meteor-meteor yang mengandung besi bertaburan di seluruh penjuru alam semesta dan mereka bergerak melalui ruang hampa hingga mengalami tarikan oleh gaya gravitasi benda angkasa.
Semua ini menunjukkan bahwa logam besi tidak terbentuk di bumi melainkan kiriman dari bintang-bintang yang meledak di ruang angkasa melalui meteor-meteor dan "diturunkan ke bumi", persis seperti dinyatakan dalam ayat tersebut: Jelaslah bahwa fakta ini tidak dapat diketahui secara ilmiah pada abad ke-7 ketika Al Qur'an diturunkan.

Al-Qur'an dan Ilmu Pengetahuan



SIDIK JARI

Saat dikatakan dalam Al Qur'an bahwa adalah mudah bagi Allah untuk menghidupkan manusia setelah kematiannya, pernyataan tentang sidik jari manusia secara khusus ditekankan:
"Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya? Ya, bahkan Kami mampu menyusun (kembali) ujung jari-jarinya dengan sempurna." (Al Qur'an, 75:3-4)
Penekanan pada sidik jari memiliki makna sangat khusus. Ini dikarenakan sidik jari setiap orang adalah khas bagi dirinya sendiri. Setiap orang yang hidup atau pernah hidup di dunia ini memiliki serangkaian sidik jari yang unik dan berbeda dari orang lain.
Itulah mengapa sidik jari dipakai sebagai kartu identitas yang sangat penting bagi pemiliknya dan digunakan untuk tujuan ini di seluruh penjuru dunia.
Akan tetapi, yang penting adalah bahwa keunikan sidik jari ini baru ditemukan di akhir abad ke-19. Sebelumnya, orang menghargai sidik jari sebagai lengkungan-lengkungan biasa tanpa makna khusus. Namun dalam Al Qur'an, Allah merujuk kepada sidik jari, yang sedikitpun tak menarik perhatian orang waktu itu, dan mengarahkan perhatian kita pada arti penting sidik jari, yang baru mampu dipahami di zaman sekarang.