TUHAN DALAM LAMUNAN
Dalam sebuah diskusi ketuhanan, saya pernah menjumpai seorang menyampaikan ide yang menafikkan adanya tuhan termasuk segala konsepnya dengan premis sederhana. Tuhan itu lamunan manusia saat manusia tidak mampu, begitu katanya. Argumentasinya, dulu konsep tuhan itu politeisme, banyak dewa, karena manusianya emang banyak tidak bisanya di banyak bidang. Tapi kemudian semakin berkurang karena kemampuan manusia berkembang dalam memecahkan masalah.
Contohnya, mereka perlu sosok dewi sri sebagai klausa gagal sukses panen mereka. Tapi begitu manusia belajar, dan menjadi mampu mengelola, mulailah dewa-dewa itu digusur seperti pemimpin daerah sekarang yang menggusur rumah-rumah miskin. Dihabiskan.
Apalagi dijaman ini, semua orang bisa menjadi dewa atau tuhan. Menyembuhkan, menumbuhkan varietas baru, ataupun membinasakan umat dan membuat hukum2 moral baru sudah bukan hal yang sulit. Maka jumlah tuhan seperti deret hitung, dulu banyak, semakin berkurang, hingga lama-lama tidak dibutuhkan.
Singkatnya, konsep tuhan sejatinya cuman hayalan dan lamunan manusia saja. Dia tidak nyata. Termasuk pula ajaran2nya hanya produksi ide manusia yang dikemas dengan bahasa asketis. Manusia bertuhan hanya manusia lemah, yang dipenuhi ketakutan, begitu ungkapnya.
Yang menarik, begitu ide itu diutarakan, tidak sedikit yang mengamininya. Mungkin memang benar kata Dominic Cobb di film Inception, ide sederhana mudah diterima. Kekuatan manusia, lalu deret hitung adanya tuhan seolah menjadi bukti-bukti nyata sederhana bahwa percaya tuhan berikut dengan ajarannya adalah kepercayaan yang palsu.
Untunglah, forum itu diisi banyak kepala. Ide kontroversial itu selain mendulang dukungan juga menghasilkan pertanyaan kritis. Bagaimana bisa sebuah kesimpulan keberadaan tuhan disimpulkan dari bagaimana manusia berpikir tentang tuhan? Sebagai penelitian, jelas-jelas hal itu salah obyek material dan formal. Ide tentang tuhan bukanlah Tuhan itu sendiri. Begitu salah satu ungkapnya.
Bagi yang tidak terlalu akrab dunia penelitian seperti saya langsung mengerutkan dahi dengan bantahan semacam itu. Tapi untungnya beliau itu kasih contoh yang mudah. Dia bilang, misal seluruh dunia bersepakat negara amerika tidak ada, apakah dataran amerika akan tiba-tiba hilang dari muka bumi?
Bantahan ini jelas bantahan yang telak menurut saya. Salah metode, jelas salahlah hasil kesimpulannya. Sayangnya banyak juga audiens yang tetap kekeuh mendukung, karena rupanya ide sederhana tadi didukung oleh nama-nama tenar seperti freud, marx ataupun august comte. Ini masalah saya, saya lupa kalau di indonesia, sudah umum kalau cara mudah untuk jadi keren adalah mengekor pada yang tenar, walau penuh kontroversi. Demikianlah pengekor selebritis akademis. Sama saja. Aiiiihhhh!
Silahkan berimaji bahwa tuhan dan ajarannya adalah imajinasi atau cuman hasil angan-angan. Tapi jangan lupa setiap angan-angan ada asal muasal. Angan-angan manusia tentang adanya tuhan hanya bermuara pada dzat Tuhan sendiri. Ini salah satu bukti adanya Tuhan. Dengan begitu, secara ontologis Tuha tidak bisa dinafikkan. Mau menerima adanya Tuhan, wajib pula terima ajaranNya. Sebab itu tidak terbukti sebagaj imaji.