Pondok Ilmu Pengetahuan

Thursday, January 29, 2015

SOSIAL




KETIMPANGAN GLOBAL
SINYAL KUAT RESESI AKAN MUNCUL KEMBALI


Kembalinya pendapatan global semakin ekstrem. Ini antara lain terlihat dari data menunjukan 1 persen warga dunia memiliki 48 persen total kekayaan dunia. Ketimpangan lebih parah dan berdasarkan bukti empiris ini menjadi salah satu sinyal menuju resesi.

Sinyal resesi itu muncul dalam laporan Credit Suisse Global Wealth Report yang diluncurkan Minggu (18/1) di Zurich, Swiss. Dari laporan itu, sekitar 70 juta warga dunia memiliki 48 persen dari 263 triliun dollar AS kekayaan dunia pada tahun 2014.
 Laporan juga menyebutkan, total pertambahan kekayaan global sepanjang tahun 2014 saha 20,1 triliun dollar AS. Kekayaan bertambah meski ada resesi global secara umu. Laporan itu menyebut, hal ini pertanda resesi lebih menimpa kalangan bawah. Fakta ini jugalah yang menyebabkan munculnya organisasi bernama “We are 98 Percent” Kelompok yang memprotes ketimpangan ekstrem.

Berdasarkan laporan Credit Suisse, seorang hanya memerlukan 3.650 dollar AS untuk masuk dalam kelompok 50 persen warga terkaya dunia. Untuk masuk dalam kelompok 10 persen warga terkaya dunia, seorang memrlukan kekayaan 77.000 dollar AS dan diperlukan total kekayaan 798.000 dollar AS untuk masuk kelompok 1 persen warga terkaya dunia.

“ Secara umum setengah warga kelas terbawah dunia memiliki kurang dari 1 persen total kekayaan global. Di sisi lain, sebanyak 10 persen warga terkaya dunia memiliki 87 persen dari total kekayaan dunia. Kelompok 10 persen warga terkaya dunia ini juga memiliki 48,2 persen total aset global. “Demikian laporan ke 9 Credit Suisse.

Ini senada dengan laporan Oxfam yang menyatakan sebanyak 87 warga terkaya dunia memiliki kekayaan 1,5 triliun dollar AS. ini sama dengan nilai kekayaan 3,5 miliar penduduk dunia.

Total kekayaan pada 2014 sebesar 263 dollar AS, lebih dua kali dari total 117 triliun dollar AS total kekayaan pada 2000. Tingkat pertumbuhan kekayaan enam kali lebih besar dari pada pertumbuhan pendapatan atau disebut sebagai wealth-income ratio (rasio antara kekayaan dan pendapatan). Pada umumnya rasio antara pertumbuhan kekayaan dan pendapatan ada di interval 4-5 kali. Sekarang interval mencapai 6,6 kali.

Ini mirip pola yang tercatat menjelang Malaise (resesi besar AS tahun 1929). Secara Empiris, setiap resesi hampir selalu didahului pola pertumbuhan kekayaan yang melebihi pertumbuhan pendapatan. Logikanya, orang kaya memiliki margin yang lebih rendah (marginal propensity to consume) untuk berkonsumsi ketimbang warga kelas bawah. Ini menyebabkan konsumsi agregat melemah jika ketimpangan semakin parah.

Rasip kekayaan-pendapatan ini menandakan keberadaan orang orang pemilik aset, modal. Kekayaan mereka berkembang lebih cepat dari pada pendapatan para pekerja biasa. Hal ini telah disampaikan tahun lalu oleh ekonom Perancis. Thomas Piketty. Ia menyatakan, segelintir orang kaya dunia semakin kayak arena kepemilikan aset setnya yang terus beranak pinak sejak awal 1900-an

“Rasio yang memperbesar antara peningkatan kekayaan dan pendapatan itu menunjukn ketimpangan ekstrem terus terjadi” kata Ketua Divisi Ketimpangan dari Oxfam Emma Seery.

Dari total 20,1 triliun dollar AS kekayaan yang tercatat pada 2014. sebanyak 12,3 triliun dollar AS kekayaan yang tercatat pada 2014., Sebanyak 12,3 triliun dollar AS terjadi di negara negara terdera Krisis. yakni AS, Eropa dan Jepang. Pertumbuhan kekayaan terjadi akibat kenaikan harga harga saham. Warga biasanya terus terpukul efek negative resesi.

Para Ekonom, termasuk Joseph E Stigliz sering menekankan ketimpangan ini merupakan buah kebijakan yang memberikan kelonggaran pajak kepada warga terkaya. Di AS, hal ini terjadi sejak era almarhum mantan Presiden AS Ronald Reagan dan dilanjutkan mantan Presiden George W Bush.

Pekan ini Presiden AS Barack Obama telah menyodorkan peraturan kepada Kongres AS untuk memajaki pendapatan Warga kaya, termasuk pajak atas pendapatan dari aset aset warga kaya AS. Di sisi lain, keringan pajak dirancang untuk diberikan kepada keluraga bawah.

(AFP/AP/REUTERS/MON)
Sumber : Kompas

No comments:

Post a Comment