Pondok Ilmu Pengetahuan

Thursday, February 16, 2017

Memahami Konflik Suriah

Memahami Konflik Suriah, Tragedi Kemanusiaan Terbesar Abad 21
Jakarta - Sampai detik ini, saya tidak pernah lupa peristiwa di tanggal 27 Februari 2011. Itu adalah bulan kedelapan saya di Suriah. Di hari itu, terjadi penangkapan 15 siswa secara kasar di kawasan Hawran Provinsi Dar'a Suriah oleh polisi Suriah, karena membuat grafiti yang menyerang Presiden Basyar al-Assad; sebuah fenomena yang kemudian mengubah kondisi sosial, politik, keamanan, dan apalagi ekonomi di Suriah secara keseluruhan.
Tindakan blunder polisi yang represif ini kemudian membuat masyarakat yang mudah tersulut untuk turun ke jalan pada Selasa dan Jumat (15 dan 18 Maret 2011), menuntut Presiden Basyar al-Assad untuk mundur. Aksi dilakukan di ibukota Damaskus dan secara sporadis merambah ke kota-kota lainnya. Aksi lanjutannya dilakukan biasanya setiap hari Jumat dan dengan mempolitisasi masjid sebagai titik kumpul, berkembang menjadi perang sipil.
Dan di tahun yang keenam ini, kisruh yang merupakan rentetan musim Semi Arab (al-Rabi' al-Arabi/Arab Spring) dan awalnya mengusung slogan perubahan, demokrasi, dan pembebasan rakyat dari thaghut, serta penerapan syariat (kadang-kadang: khilafah), nyatanya telah menjadi musim musibah bagi Suriah, dan rakyat Arab secara keseluruhan.
Akibat krisis ini lebih dari 470 ribu jiwa tewas, dan lebih dari satu juta terluka. Sementara 85% mereka yang masih hidup harus kehilangan pekerjaannya dan seperlima angkatan kerjanya terpaksa mencari uang dari perang, seperti dengan menjarah dan menculik. Kondisi ini diperparah dengan langkanya bahan makanan, jika ada pun harganya selangit. Di dunia pendidikan, jutaan anak tidak bisa menikmati kebutuhan sekolah mereka, sementara ibu mereka harus menghadapi kerasnya hidup menjanda. Sebelas jutaan pengungsi dari Suriah menyebar ke seluruh penjuru, jumlah yang menurut UNHCR terbesar setelah Perang Dunia ke II.
Yang saya tulis di atas adalah sebuah fenomena yang amat menyakitkan, dan yang terjadi di balik fenomena atau nomenanya jauh lebih rumit, bahkan amat rumit. Bisa jadi fenomena penangkapan 15 siswa itu sekadar momentum mewujudkan sebuah konspirasi yang telah disusun jauh-jauh hari. Tetapi sekompleks apa pun kita perlu memahaminya. Dibutuhkan sebuah perspektif yang utuh agar kita tidak hanya fokus dan terjebak pada fenomena. Untuk itu dibutuhkan pikiran yang terbuka, dan pembacaan yang jeli atas sejarah dan geopolitik, serta sumber daya alam negeri berjuluk "the cradle of civilization" ini, termasuk kebijakan luar negerinya terhadap Israel dan negara-negara teluk.
 
Saking kompleksnya, jika ingin memahami dengan benar tentang Konflik Suriah, Anda harus lebih jeli dan menyeluruh dalam melakukan pembacaan dari beragam sumber. Karena pemberitaan seputar konflik Suriah selama ini sudah jauh dari kata obyektif dan berimbang. Fabrikasi berperan sedemikian besar. Al-Jazeera dan al-Arabiya dalam satu kasus, pernah memberitakan secara manipulatif bahwa telah terjadi penembakan demonstran di Distrik Rukn al-Dien Ibukota Damaskus, padahal saya yang tinggal di distrik kecil tersebut tidak pernah melihat apa-apa.
Parahnya, hal ini dilakukan pula oleh media besar semisal BBC, Reuters, Guardian dan CNN. Di Indonesia pun demikian, media massa umum, sebagian, untuk tidak menyebut rata-rata, men-quote berita dari kantor berita besar dunia yang juga melakukan pemberitaan serupa. Pemberitaan yang tidak obyektif dan berimbang tentu menimbulkan dampak yang merugikan. Tapi apa daya, media telah turut menjadi alat perang.
Faktor Konflik Suriah
 
Ada banyak perspektif mengenai apa saja faktor yang melatarbelakangi pecahnya konflik Suriah. Sebuah konflik memang terjadi tidak disebabkan oleh sebab tunggal. Konflik selalu lahir dari sebab yang kompleks dan diliputi oleh banyak faktor dan kepentingan. Dan jika melihat peta konflik Suriah yang terjadi, terlalu sederhana (simplikatif) untuk menyatakan bahwa konflik tersebut tirani versus demokrasi, atau apalagi berlatar belakang teologis: perseteruan antara Sunni dan Syiah. Karena sejarah Suriah adalah harmoni antar sekte dan umat beragama. Itu pula yang saya rasakan selama hidup di sana.
 
Ada empat faktor yang terlibat dalam sebuah konflik, yaitu triggers (pemicu), pivotal (akar), mobilizing (peran pemimpin) dan aggravating (faktor yang memperburuk atau memperuncing situasi konflik). Untuk mengetahui keempat faktor tersebut diperlukan sebuah analisis berupa kajian sistematis terhadap profil, sebab-sebab, aktor, dan dinamika konflik. Klasifikasi faktor juga bisa dilakukan dengan melihat yang primer, sekunder dan tersier.
 
Intinya, secara global faktor penyebab konflik Suriah bisa dipetakan dalam dua hal:
1. Masalah internal (dalam negeri) Suriah, berupa terbatasnya kesempatan pergerakan/mobilitas sosial dan politik, kesenjangan, korupsi, dan represi aparat keamanan, serta tuntutan reformasi atas rezim klan Assad yang telah berkuasa selama 40 tahun. Anehnya, tuntutan reformasi ini tidak terjadi di delapan negara monarki yang juga tergabung dalam liga Arab yang tidak lebih demokratis. Jadi sejatinya yang terakhir ini tidak cukup kuat.
2. Masalah eksternal (luar negeri), berupa kepentingan politik, keamanan, dan ekonomi. Ini tidak lepas dari fakta bahwa Suriah adalah negara yang kuat secara militer dan selalu menunjukkan sikap perlawanan dan ancaman terhadap Israel sejak awal sejarahnya, termasuk dengan bersekutu bersama Iran, Hamas dan Hizbullah. Kondisi demikian membuat Israel, Amerika, NATO dan sekutunya di Timur Tengah turut berkepentingan mereformasi dan menumbangkan Assad. Demikian ringkasnya kebutuhan politik dan keamanan negara sekeliling Suriah.
 
Sementara dari sisi ekonomi, di balik koalisi Barat dan sekutu Arab, serta Turki terdapat kepentingan untuk mengeksploitasi cadangan minyak, di samping gas, dengan ketebalan sekitar 350 meter, berkali lipat rata-rata ketebalan kandungan minyak dunia yang hanya sekitar 10-20 meter di tanah milik Suriah. Sumber ini berisi miliaran barel yang kandungannya dapat membuat negara mana pun menjadi pemain minyak penting.
Dengan demikian, mengacu pada penjelasan singkat tersebut, di balik kompleksitas masalah domestik Suriah, kita bisa mengetahui adanya eksistensi negara-negara yang berkepentingan mengobarkan api peperangan di Suriah.
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

No comments:

Post a Comment